Yesus Korban Demagog

Jika kita menyimak Kisah Sengsara Yesus tampak di satu pihak adanya para demagog (provokator, penghasut); di lain pihak adanya massa Rakyat lalu Yesus yang menjadi korban.

Panggung Kisah Sengsara ini nyata dan menarik untuk direfleksi dari masa ke masa, meskipun terjadi 2009 tahun lalu. Figur-figur demagog dan penguasa dan caleg-caleg dalam kampanye pemilu mempunyai persamaan dengan Kisah Sengsara ini.

Orang-orang Yahudi khususnya para Imam Kepala, para Ahli Taurat dan Pemuka-pemuka Rakyat dihadapkan pada pilihan, yakni “Memilih dan mengimani Yesus sebagai Utusan Bapa dan sebagai Putra Allah atau menyingkirkan Yesus sebagai Utusan.” Segala skenario Kisah Sengsara menampilkan pergulatan ini.

Pada waktu Yesus masuk Yerusalem dengan menaiki seekor keledai muda yang dialasi dengan pakaian para murid-Nya, banyak orang dari massa Rakyat yang berjalan di depan dan mereka mengikuti dari belakang berseru: “Hosanna Putra Daud! Berkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan Bapa kita Daud! Hosanna di tempat yang maha tinggi!” Kegembiraan dan kemeriahan penyambutan oleh massa Rakyat luar biasa besarnya.

Namun, “What next?” Tiba-tiba situasi berubah berbalik 180 derajat, yakni dari “Pro Yesus menjadi Kontra Yesus”. Hal tersebut bisa disaksikan dengan pelontaran kata-kata: “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” oleh massa Rakyat yang sama pada waktu mengelu-elukan Yesus masuk Yerusalem.

Ini semua didalangi oleh aktor-aktor intelektual, yakni para demagog yang adalah para Imam Kepala, Ahli-ahli Taurat, dan Pemuka-pemuka Rakyat. Mereka inilah yang memainkan peran kunci di panggung peradilan terhadap Yesus dengan menghasut massa Rakyat. Mereka mengikat dan menggiring Yesus ke luar dan menyerahkan Dia kepada Pilatus yang pada waktu itu Wali Negeri. Di sinilah terjadi interaksi dalam proses peradilan terhadap Yesus. Ketika Yesus dihadapkan kepada Wali Negeri itu bertanyalah Pilatus kepada Yesus: “Engkaukah raja orang Yahudi?” Jawab Yesus: “Memang benar.”

Para Imam Kepala, Ahli-ahli Taurat dan Pemimpin-pemimpin Rakyat mencari kesaksian palsu terhadap Yesus.

Setelah Pilatus mewawancarai Yesus, ia keluar lagi mendapatkan massa Rakyat Yahudi dan berkata kepada mereka: “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya. Tetapi pada kamu ada kebiasaan bahwa pada hari Paskah, aku melepaskan seorang hukuman bagimu.” Dan pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa orang pemberontak lainnya.

Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan. Maka datanglah orang banyak dan meminta supaya sekarang kebiasaan itu diikuti juga. Pilatus menjawab dan bertanya: “Apakah kamu menghendaki supaya ‘Kubebaskan’ raja orang Yahudi ini?

Tetapi para demagog dan orang banyak bertekad meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus dihukum mati. Pilatus bertanya lagi kepada massa Rakyat: “Kalau begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan orang yang kamu sebut raja orang Yahudi ini?” Mereka berteriak katanya: “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” Kata-kata ini diteriakkan berkali-kali. Pilatus sebagai penguasa dan pada waktu itu tahu bahwa Yesus tidak bersalah.

Hal ini bisa dibuktikan dari kata-katanya sendiri: “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Namun, untuk memuaskan hati orang banyak yang akhirnya demi mempertahankan “kedudukan dan kekuasaannya”, ia mengorbankan kebenaran dan kejujuran.

Pilatusisme
Dalam kampanye pemilu bermunculan pula para demagog dengan berbicara besar, kritik-kritik tajam dan janji-janji utopis untuk mengambil hati massa Rakyat yang kebanyakan buta terhadap Track Record Caleg-caleg. Justru massa rakyat semacam inilah yang menjadi makanan lezat. Mereka mudah dimanipulasi oleh penghasut-penghasut. Yang diperlukan kita sekarang ialah meningkatkan mutu pendidikan supaya massa Rakyat tidak selalu menjadi nomor dan pembeo.

Akhirnya mereka menjadi korban provokasi para demagog. Adanya anggaran 20% untuk pendidikan itu sangat baik asal dalam realisasinya dimanfaatkan secara adil dan merata sehingga kesenjangan sosial antara “The Haves and The Have-Littles”, semakin kecil di dunia pendidikan. Lalu pembangunan bangsa dan negara semakin maju.

Selain itu dalam skenario panggung Kisah Sengsara tampil pula Pilatus sebagai penguasa. Dia mempunyai otoritas untuk final decision dalam masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa sulit demi tegaknya keadilan dan kebenaran di masyarakat. Namun ternyata ia mengorbankan keadilan dan kebenaran demi kepentingan pribadi. Sebagai penguasa akhirnya dialah Aktor intelektualnya khususnya dalam peradilan terhadap Yesus.

Dalam skenario panggung Kisah Sengsara Yesus, Pilatus malah cuci tangan terhadap tanggung jawabnya. Sejak zaman Orde Baru di negara kita banyak hal semacam terjadi, yakni dengan melontarkan kesalahan pada orang lain, pada oknum, dan menghindarkan keterlibatan integral dari Corps atau Instansinya. Maka dari itu kasus-kasus seperti

John Tondowijdojo, CM – SinarHarapan

Leave a comment

No comments yet.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Leave a comment

  • RSS Unknown Feed

    • An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.
  • “ISI – PORO”





  • Subscribe in Bloglines


  • RSS Unknown Feed

    • An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.
  • “B A K A N C I N G”